Sen. Jul 21st, 2025
Patung Biawak di Wonosobo, Simbol Estetika atau Tanda Tanya Publik

Keberadaan patung biawak di Wonosobo mendadak mencuri perhatian publik. Patung yang berdiri kokoh di sudut kota ini menuai beragam reaksi. Mulai dari warga lokal hingga warganet ramai membicarakannya, baik secara serius maupun dalam nada sindiran. Ada yang memuji keberanian ide di baliknya, namun tak sedikit yang bertanya-tanya apa relevansi patung hewan reptil ini dengan identitas Wonosobo?

Munculnya patung biawak bukan sekadar soal karya seni. Ia menjadi pemantik diskusi soal arah estetika kota, kebijakan publik, dan sejauh mana masyarakat dilibatkan dalam proses penataan ruang terbuka. Di tengah kota yang dikenal akan keindahan alam, keramahan budaya, serta udara dingin pegunungan, patung ini dianggap keluar dari pakem visual Wonosobo.

Simbol yang Menimbulkan Tanda Tanya

Patung tersebut menggambarkan seekor biawak dengan postur yang gagah, berukuran besar, dan cukup mencolok. Berdiri di lokasi yang strategis, patung ini tentu tidak bisa diabaikan. Namun, yang menjadi soal bukan pada teknik pembuatannya, melainkan pada makna dan pesan yang dibawa oleh patung itu.

Pernyataan Budi bukan satu-satunya. Di media sosial, banyak warga Wonosobo yang mengungkapkan kebingungan dan bahkan kekecewaannya. Tak sedikit meme bermunculan, menjadikan patung ini sebagai bahan candaan, hingga viral di beberapa platform digital.

Apakah Ini Seni atau Sekadar Gagasan Sembarangan?

Di dunia seni, hewan sering digunakan sebagai simbol. Biawak, misalnya, bisa diartikan sebagai hewan yang tangguh, bisa beradaptasi di berbagai lingkungan, bahkan cenderung bertahan hidup dalam situasi ekstrim. Namun ketika simbol itu masuk ke ruang publik, pertanyaannya bukan lagi hanya “apa artinya?” melainkan “mengapa harus di sini?”

Tanpa adanya narasi resmi dari pemerintah daerah atau instansi seni, interpretasi masyarakat pun berkembang liar. Ada yang menduga patung ini adalah sindiran terhadap perilaku tertentu dalam pemerintahan. Ada pula yang mengaitkannya dengan pesan mistis, atau bahkan satir terhadap kondisi sosial yang terjadi.

Sejauh ini, Pemerintah Kabupaten Wonosobo belum mengeluarkan penjelasan utuh tentang maksud dari pemasangan patung biawak di Wonosobo. Beberapa sumber menyebut patung ini adalah bagian dari penataan kota dan revitalisasi ruang terbuka, namun hal ini belum cukup menjawab rasa ingin tahu masyarakat.

Ketika Estetika Tak Berpijak pada Identitas Lokal

Wonosobo dikenal sebagai daerah yang kaya budaya. Dari dataran tinggi Dieng, festival budaya tahunan, hingga kuliner khas seperti mie ongklok dan carica, Wonosobo memiliki identitas yang kuat. Dalam konteks ini, kehadiran patung biawak di Wonosobo seolah “menabrak” citra kota yang selama ini dijaga.

Hal ini memunculkan pertanyaan yang lebih besar apakah pembangunan ruang publik saat ini masih berpijak pada identitas lokal? Ataukah kita mulai masuk ke era pembangunan instan yang penting menarik perhatian, tanpa memikirkan keterlibatan sosial dan nilai budaya?

Tentu, tidak salah jika pemerintah ingin membuat terobosan visual. Kota-kota besar kerap menghadirkan karya seni kontemporer di ruang terbuka. Namun, karya tersebut biasanya lahir dari diskusi panjang dengan seniman lokal, kurator, hingga masyarakat sipil. Tanpa keterlibatan masyarakat, estetika akan terasa asing, bahkan bisa menimbulkan penolakan simbolik.

Bukan Tentang Patungnya, Tapi Prosesnya

Perdebatan seputar patung biawak di Wonosobo bukanlah sekadar tentang wujud reptil itu sendiri. Ini lebih dalam dari sekadar karya visual. Ini soal keterbukaan dalam proses perencanaan kota. Masyarakat ingin dilibatkan, bukan hanya menjadi penonton dari keputusan yang mempengaruhi wajah kota mereka.

Dalam situasi ini, pemerintah daerah sebaiknya mengambil langkah terbuka. Menyampaikan narasi secara resmi, mengundang dialog dengan warga, serta membuka ruang kritik yang sehat. Masyarakat bukan anti-perubahan, tapi butuh merasa menjadi bagian dari arah perubahan tersebut. Melihat dari prosesnya sama halnya wisata yang ada di purbalingga yang tak kalah menariknya, kunjungi situs kami yaitu D’Las Lembah Asri Serang Purbalingga yang banyak wisata-wisata alamnya cocok untuk liburan bersama keluarga.

Penutup

Kontroversi patung biawak di Wonosobo seharusnya menjadi momen reflektif. Kota yang dikenal akan keindahan alam dan kearifan budayanya tentu layak mendapatkan simbol-simbol publik yang kuat, relevan, dan bermakna. Patung di ruang terbuka tidak sekadar untuk memperindah, tapi menyampaikan pesan, harapan, dan jati diri. Setelah lihat patung biawak jangan lupa mampir ke kuliner Bebek Goreng Haji Slamet yang legendaris.

Kita tentu menghargai segala bentuk karya seni. Namun, mari sama-sama mendorong agar setiap pembangunan berbasis pada nilai-nilai lokal, partisipatif, dan menyentuh hati warganya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *