Kenaikan harga sembako kembali menjadi sorotan tajam di tengah masyarakat. Beberapa pekan terakhir, harga beras, cabai, minyak goreng, dan telur mengalami lonjakan yang cukup signifikan di berbagai daerah. Fenomena ini bukan hanya berdampak pada daya beli masyarakat, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas sosial dan ekonomi secara menyeluruh.
Kondisi ini tentu menjadi alarm bagi pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan untuk segera melakukan evaluasi serta langkah konkret dalam menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok. Kenaikan harga sembako bukan sekadar soal ekonomi, namun menyangkut hajat hidup orang banyak.
Lonjakan Harga yang Tidak Terkendali

Pantauan di beberapa pasar tradisional di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, hingga Medan menunjukkan pola yang seragam harga sembako naik drastis. Beras medium yang sebelumnya berada di kisaran Rp11.000 per kilogram, kini melonjak hingga Rp14.000. Harga telur ayam yang sempat stabil di angka Rp26.000 per kilogram, kini menembus Rp32.000. Sementara itu, cabai rawit merah bahkan menyentuh angka Rp85.000 per kilogram di sejumlah wilayah.
Lonjakan ini terjadi karena cuaca ekstrem, gangguan distribusi logistik, serta kenaikan harga pakan ternak dan pupuk yang tidak mendapatkan subsidi memadai. Tidak hanya itu, ulah spekulan di tingkat distribusi juga memperparah situasi di lapangan.
Beban Berat bagi Masyarakat Kecil

Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, kenaikan harga sembako jelas menjadi beban yang berat. Upah yang stagnan, ditambah tingginya inflasi pangan, mempersempit ruang gerak ekonomi rumah tangga. Sejumlah ibu rumah tangga di Pasar Senen mengeluhkan bahwa mereka harus mengurangi belanja bulanan karena harga-harga yang semakin tidak masuk akal.
Di tengah tekanan ekonomi yang makin sulit, masyarakat berharap adanya intervensi nyata dari pemerintah, bukan sekadar wacana atau janji-janji manis yang tidak terealisasi.
Ketahanan Pangan yang Rapuh
Fenomena kenaikan harga sembako secara periodik menunjukkan bahwa ketahanan pangan nasional kita masih sangat rapuh. Ketergantungan terhadap impor bahan pokok seperti kedelai, gula, dan bahkan daging sapi menunjukkan lemahnya sektor pertanian dan peternakan nasional. Padahal, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kebijakan yang terkesan reaktif dan jangka pendek, seperti operasi pasar atau impor dadakan, hanya bersifat sementara dan tidak menyentuh akar persoalan. Kita perlu melakukan reformasi menyeluruh dalam sistem pangan nasional, mulai dari hulu hingga hilir.
Peran Negara Tidak Boleh Absen
Pemerintah sebagai pemegang kendali tertinggi kebijakan harus hadir secara aktif dalam menangani persoalan ini. Bukan hanya dengan menyalurkan bantuan sosial, tetapi juga dengan memastikan distribusi yang adil, menindak tegas pelaku penimbunan, serta memperkuat produksi lokal.
Transparansi data dan komunikasi yang jujur kepada publik juga menjadi kunci penting. Masyarakat berhak mengetahui penyebab kenaikan ini serta langkah strategis yang kini pihak terkait jalankan.
Lembaga seperti Badan Pangan Nasional dan Kementerian Perdagangan harus menunjukkan kinerja yang nyata dan terukur. Jika tidak, ketidakpercayaan publik akan terus meningkat, dan ini bisa berdampak pada stabilitas sosial-politik.
Ajakan untuk Berbenah Bersama
Semua pihak, mulai dari petani, distributor, pelaku UMKM, hingga masyarakat sebagai konsumen, harus bekerja sama. Gerakan menanam bahan pangan secara mandiri, penguatan koperasi petani, serta distribusi berbasis komunitas bisa menjadi solusi alternatif dalam jangka panjang.
Selain itu, masyarakat juga perlu bijak dalam berbelanja dan tidak ikut-ikutan panic buying yang justru memperburuk keadaan. Ketika semua pihak saling mendukung dan berkolaborasi, maka krisis ini bisa dikelola dengan baik.
Penutup
Kenaikan harga sembako saat ini menjadi ujian besar bagi pemerintah dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Ini adalah momentum untuk mengevaluasi sistem pangan nasional dan menempatkan kembali kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Negara harus hadir, bukan hanya dalam bentuk slogan, tetapi lewat aksi nyata dan kebijakan yang berpihak pada masyarakat kecil.
Baca artikel lainnya di Serambikabar.my.id dan Berinfo.my.id